Archive for September, 2016

Bali

Bukan kali pertama aku mengunjungi Bali. Selama kurang lebih lima tahun aku bertugas di Bali. Selama itu juga aku melakukan kunjungan wisata ke beberapa tempat. Selama itu juga kekaguman selalu berkelibatan di hati melaui mata dan penciuman.

Akhir Agustus 2016 merupakan kunjunganku yang pertama setelah dua tahun belajar di Bintaro. Pukul 00.15 dini hari aku mendarat di Bandara Ngurah Rai. Perjalanan tidak semulus perkiraan. Entah akibat angin atau awan dengan masa jenis tertentu, pesawat berguncang selama satu jam lebih empat puluh lima menit. Alhamdulillah, jiwa dan raga masih bisa mencium udara pedupaan di pelataran bandara.

Aku tidak akan menceritakan detil perjalanan selama satu minggu. Untuk apa? Aku bukan siapa-siapa, hanya satu orang dari milyaran orang yang pernah mengunjungi Bali. Aku bukan apa-apa.

Bali selalu mengesankan. Pulau ini adalah perpaduan yang indah antara cipta budaya dan karya alam. Masyaraktnya bisa menerima perbedaan budaya dan agama. Pemeluk Hindu dan Islam dapat hidup perdampingan. Bahkan mengalami akulturasi pada aspek-aspek tertentu.

Banyak tempat wisata alam yang terawat dengan baik. Masyarakat Bali berhasil menggabungkan kearifan lokal, agama, tradisi dengan upaya pelestarian lingkungan. Gunung, sawah, laut, pantai, danau dan mata air adalah keseluruhan ciptaanNya yang harus dirawat dan diruwat. Konsep ini terangkum dalam termonologi Tri Hita Kirana.

Setiap liuk yang tergambar dalam peta Bali adalah keindahan ciptaan-Nya. Setiap tebing dan laut tanpa tepi, setiap matahari teggelam di uluwatu, setiap deburan ombak di nusa dua, setiap denting gamelan di puri ubud dan setiap mata air yang disucikan adalah gurat-gurat penciptaan yang begitu indah. Dia berbicara melalui ciptaanNya.

Sayangnya, ada sebagian orang dengan agama ekonomi berusaha untuk mengancurkan pemandangan itu. Apakah masih ada keindahan yang dapat terwujud dalam kredo dengan pengorbanan sekecil mungkin demi keuntungan sebesar mungkin? Agama ini mewujudkan tepian pantai yang dikuasai resort-resort privat, jalan-jalan macet yang menutup persawahan, pelecehan seksual, pergeseran moralitas, pencemaran laut, pengeringan air tanah dan perlawanan reklamasi.

Apakah turis-turis ke Bali datang untuk menyaksikan kemegahan bangunan manusia atau anugerah indah berupa alam yang tak tersentuh? Pertanyaan itu kiranya patut direnungkan bagi siapa pun yang mencintai Bali. Karena aku hanya melihat Tuhan dalam gurat alam yang tak tersentuh manusia.

Ferry Fadillah. 3 September 2016.

3 Comments