Archive for November, 2021

Hamil

Di setiap pertemuan aku selalu saja menyembunyikan perasaan. Alasannya agar kita tidak terlalu larut dalam situasi yang memang tidak menguntungkan. Nasib kerap mengharu birukan perasaan. Kalau hati turut terbawa maka kita jatuh di lorong gelap dua kali. Tapi tetap saja. Sekuat apapun perasaan itu dipendam. Bau tanah yang diterpa hujan atau semilir angin sore yang menampar wajah selalu pasti membangkitkan perasaan-perasaan itu. Tanpa permisi. Tanpa izin. Dan kampretnya membawa melankolia yang menusuk-nusuk.

Di bulan Januari awal nanti kamu akan melahirkan. Sebelum ke sana ada perjalanan panjang. Kita bertemu dokter kandungan untuk konsultasi kelahiran. Sudah satu tahun belum juga diberi momongan. Aku selalu saja menampik dirimu yang selalu bergantung kepada optimisme. Itu tidak perlu. Prinsipku hidup akan selalu menjatuhkan kita seturut gravitasinya. Sekuat apapun. Soleh atau tidak. Semua makluk akan mendapat momen sial secara acak. Dan bisa saja itu menimpa kita. Tapi kamu tetap berpegang dengan optimisme. Dan doa. Dan harapan orang-orang sekitar.

Akhirnya kita dikarunia anak. Dan belum lagi dia tumbuh 3 bulan. Saat ayah kita meninggal. Dia pula harus meregang nyawa. Dan saat itu aku tetap bersikukuh dengan pesimisme. Bahwa hidup akan selalu membawa kita jatuh dan jatuh. Setelah itu kita dikaruniai anak kembali. Dan tepat saat kebahagian itu tumbuh ada sebuah indikasi medis yang harus dihadapi: Sindrom Antifosfolipid. Dokter hematologi menyarankan suntik Lovenox dosis 0,6 mL setiap 2 kali setiap hari. Jika obat itu tidak dikonsumsi maka bayi tidak akan mendapat nutrisi dan oksigen. Akibatnya jelas mati. Maka kamu berani menanggung sakitnya jarum suntik di perut hingga nanti 9 bulan kelahiran.

Ilmu kedokteran sudah ada ribuan tahun. Hal-hal semacam ini dapat ditanggulangi dengan teknologi dan dokter yang ahli. Tapi saat kamu berkata, “Kata mamah kalau lahir anak pertama terus kita meninggal maka itu akan lebih ringan dibanding lahir anak ke-2”. Aku terhenyak. Kenapa harus berbincang tentang kematian. Suami mana yang sudi melihat istrinya berkalang tanah saat melihat bayi yang belum dikenalnya lahir. Hal-hal seperti itu tentu tidak perlu dipikirkan apalagi terjadi. Dan saat itu kamu bermimpi, “Aku bermimpi berjalan jauh dan membagikan apa yang aku miliki ke setiap yang terdekat.” Aku pikir apa lagi itu. Kenapa hal-hal tidak perlu yang melelehkan hati harus muncul dalam mimpi.

Stoikisme memang mengajarkan kita melakukan imajinasi negatif kepada pasangan. Bayangkan pasangan akan segera meninggalkan kita dari dunia sehingga setiap hari kita akan mencurahkan hati yang penuh. Tapi tetap saja. Bagaimana bisa kita membayangkan hal mengerikan seperti itu kepada yang kita kasihi.

Mungkin catatan ini tidaklah perlu diketahui khalayak umum. Tapi pesimisme sudah lama menjadi keyakinanku. Sudah lama pula aku tidak berdoa secara spesifik. Tuhan yang menciptakan dan Tuhan pula yang berbuat sesukanya. Maka mungkin dari sidang pembaca ada yang memilki amal begitu luhur dan kesucian hati yang jembar kiranya dapat mendoakan agar Dia mendengarkan dan memberikan yang terbaik bagi istriku. Amin.

Ferry Fadillah. Jakarta, November 2021.

Leave a comment