Dalam selimut moral ia bergelut,
“Tuhan, jika kau melarangnya, mengapa kau bangun cinta yang megah di sukmaku”
Ia usir bayang perasaan dalam benaknya
Semakin berupaya bayang semakin kokoh
melekat tanpa ampun
Ia coba usir lagi dengan sisa tenaga
Semakin terusir bayang semakin membara
Bayang memerah
Seperti arang yang ditiup rongga mulut.
Wajahnya terbakar perasaan
ia menyerah
perasaannya bungkam
sunyi penuh bisu.
Rawasari. April, 2021.